Dugaan Penyalahgunaan Aset Negara, Traktor Bantuan Gapoktan Kedaung Jadi Sorotan

Peringsewu, Lintas Media – Bantuan traktor yang diberikan Dinas Pertanian Pringsewu kepada Gapoktan Kedaung menjadi sorotan setelah muncul dugaan pengelolaan yang tidak transparan dan cenderung bersifat pribadi oleh kelompok tani. Isu ini mencuat setelah Kepala Pekon Kedaung, Kecamatan Pardasuka, Bahtarim, menyatakan bahwa sejak tahun 2013, tidak ada laporan pertanggungjawaban yang jelas dari Gapoktan penerima bantuan tersebut.

Bahtarim mengungkapkan, “Dari awal pembentukan hingga saat ini, tidak pernah ada laporan atau koordinasi. Saya mendampingi dinas pertanian saat menyerahkan bantuan traktor pada tahun 2013, namun penggunaannya tidak pernah dilaporkan.” Pernyataan ini disampaikan kepada awak media pada Selasa, 28 Oktober 2025.

Sebagai kepala pekon, Bahtarim menolak menandatangani berita acara penerimaan bantuan mesin sedot air karena tidak pernah menyaksikan penyerahannya. Ia menilai pengelolaan Gapoktan sangat tertutup dan berpotensi melanggar prinsip transparansi penggunaan aset negara. “Jika mereka tidak mau bekerja sama dengan pemerintah pekon, saya meminta agar traktor itu dikembalikan, karena itu bukan milik pribadi, melainkan aset negara,” tegasnya.

Lebih lanjut, Bahtarim menambahkan bahwa sejak tahun 2013, ia tidak pernah menerima pemberitahuan resmi terkait pelimpahan atau pergantian kepengurusan Gapoktan, yang mengakibatkan peralihan kepemimpinan dari Rohim ke Nanang. Menurutnya, perubahan struktur organisasi seharusnya diinformasikan secara tertulis kepada pemerintah pekon agar administrasi dan pertanggungjawaban menjadi jelas.

“Dalam penerbitan SK pembentukan Gapoktan, saya menyerahkannya kepada Rohim pada tahun 2013. Jika sekarang sudah dilimpahkan ke orang lain tanpa sepengetahuan saya, itu jelas menyalahi aturan,” ujarnya. Selain itu, pengelolaan Gapoktan juga dinilai tidak transparan karena tidak adanya papan pelang dan laporan yang jelas. Warga Dusun 3 juga mengakui tidak mengetahui keberadaan resmi Gapoktan tersebut, tanpa adanya papan nama, kantor khusus, atau kegiatan rutin seperti organisasi tani yang sah.

Ketua Gapoktan Mekar Jaya saat ini, Nanang, membenarkan bahwa traktor tersebut awalnya diserahkan kepada Rohim sebagai ketua Gapoktan Suka Tani pada tahun 2013, namun kemudian beralih tangan kepadanya pada tahun 2016. “Traktor itu jarang sekali dipakai. Kami punya 5 poktan di Pekon Kedaung, tetapi lahan sawahnya memang sedikit,” ucap Nanang. Ia juga mengakui bahwa sejak awal hingga sekarang, tidak pernah ada kantor atau sekretariat Gapoktan.

Nanang menjelaskan bahwa hasil dari penggunaan traktor digunakan untuk kas kelompok tani melalui musyawarah mufakat, dengan sistem iuran dari petani pengguna traktor sekitar Rp200.000 hingga Rp300.000 per setengah hektare. Pengakuan Nanang menimbulkan tanda tanya, terutama terkait pernyataannya bahwa ia pernah menerima bayaran Rp2 juta dari hasil penggunaan traktor untuk kas Gapoktan, namun tidak ada laporan resmi kepada pemerintah pekon.

Potensi pelanggaran dalam kasus ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang mengatur tentang penyalahgunaan aset negara. Kasus ini menjadi perhatian serius karena menyangkut transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset publik.

Pemerintah daerah diharapkan segera mengambil tindakan untuk menyelidiki dugaan penyalahgunaan ini dan memastikan pengelolaan aset negara dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Masyarakat juga diharapkan berperan aktif dalam mengawasi penggunaan aset publik demi terciptanya pemerintahan yang bersih dan transparan.

Dengan adanya perhatian dari berbagai pihak, diharapkan kasus ini dapat segera diselesaikan dan menjadi pelajaran bagi semua pihak terkait pengelolaan aset negara.

Zainal Abidin